Webinar BRIN Ungkap Tantangan Riset dan Inovasi Daerah Atasi Stunting dan Pendapatan Daerah

Kota Bima, BRIDA_

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar webinar seri I Diseminasi dan Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah. Webinar bertajuk Aplikasi Riset dan Inovasi Bidang Pertanian dan Pangan untuk Mengatasi Permasalahan Stunting dan Peningkatan Pendapatan Daerah itu dilaksanakan pada Kamis (16/03).

Pada webinar yang juga diikuti oleh BRIDA Kota Bima secara virtual tersebut diungkapkan beberapa metode yang berkaitan dengan teknologi sederhana yang bisa dimanfaatkan oleh daerah. “Kali ini kita akan mengkhususkan diri tentang stunting,” Demikian kata Oetami Dewi selaku Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah pada Kedeputian Bidang Riset dan Inovasi Daerah (RID) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Oetami mengatakan, stunting menjadi issue prioritas yang tampaknya menjadi titik urgen, penting sekali. Saat ini masih ada yang mengalami stunting, dan juga kaitannya bagaimana meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

"Jadi melalui riset kali ini, apa sih aplikasi  riset dan inovasi di bidang pertanian dan pangan untuk bisa mengatasi masalah stunting, dan meningkatkan PAD. Pada direktorat kami ini, ada 2 model webinar, yaitu diseminasi bisa via zoom, atau langsung bertemu. Kemudian, pendampingan teknis yang akan dilaksanakan dua minggu, setelah webinar diseminasi," ucapnya.

Dari hasil webinar akan menjadi akan dtemukan masalah yang prioritas pihaknya akan nmeberikan pendampingan teknis, karena ini berseri. "Apabila ada pendampingan webinar seperti ini, mungkin ada yang ingin langsung ketemu atau di luar jaringan, bapak ibu dapat berkirim surat kepada kami," tambahnya.

Sementara Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Kementerian/Lembaga, Masyarakat, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah BRIN, Dadan Nugraha mengatakan, BRIN berkomitmen untuk mendorong agar hasil-hasil riset dan inovasi khususnya dari BRIN, maupun dari lembaga riset lainnya, Perguruan Tinggi, dan juga swasta. Bisa dimanfaatkan secara optimal, dan menjadi pendorong untuk pembangunan yang lebih baik, lebih maju. Pada akhirnya, bisa menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

"Kami di Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN, memang fokus pada upaya-upaya untuk menjembatani antara hasil-hasil riset, dan inovasi kepada pengguna. Baik industri, K/L, masyarakat, maupun UMKM. Memang fokus kami adalah membawa hasil-hasil riset dan inovasi ini, untuk menjadi solusi atas berbagai problem yang dihadapi oleh masyarakat, UMKM maupun Lembaga, K/L lainnya," tuturnya.

Dia menjelaskan, BRIN mempunyai skema yang namanya fasilitasi usaha mikro berbasis iptek. Hal ini ditujukan kepada usaha mikro yang punya problem, yang bisa diselesaikan atau bisa diintervensi dengan teknologi. “Kita usahakan teknologi dari para periset BRIN, namun tidak tertutup kemungkinan juga, hasil-hasil riset perguruan tinggi di daerah.

Bentuk fasiltasi yang kami siapkan, memang tidak dalam konteks pemberian pendanaan langsung, tetapi dalam bentuk pendampingan teknis dari para periset. Kalau dibutuhkan pengujian di laboratorium, sertifikatsi, produksi KI, dan promosi, kami fasilitasi juga. Kami sudah berjalan setengah tahun, sudah banyak daerah yang merespons," tambahnya.

Pada sesi paparan, Tri Puji Priyatno Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN menjelaskan, penyebab utama stunting adalah ketidakmampuan mangakses pangan dan gizi yang sehat. Kurangnya pengetahuan pangan dan gizi yang sehat dan berimbang. Selanjutnya, pangan dan gizi kurang tersedia, secara lokal di keluarga.  

"Ada korelasi yang sangat signifikan antara stunting dengan indikator konsumsi pangan asal ternak, seperti telur, daging, susu, dan produk olahannya. Konsumsi pakan protein hewani dari ternak di kawasan Asean itu masih sangat rendah. Dibandingkan Singapura, Malaysia, Philipina, dan Thailand, kita sangat rendah," jelasnya.

Bisa dilihat dari rata-rata tinggi orang Indonesia, jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Indonesia, berada di posisi nomor 3, setelah Philipina dan Thailand. Hal ini, tentunya tantangan bagi kita bagaimana memenuhi gizi masyarakat.

"Sumber protein yang dikonsumsi masyarakat, masih banyak dari padi-padian atau serealia, makanan dan minuman olahan. Pada konsumsi telur, susu, dan daging juga, masih sangat rendah. Sebenarnya masyarakat masih bisa mengkonsumsi protein hewani dari ikan, tapi pada sebagian masyarakat ada yang alergi ikan,"

Dampak kekurangan gizi, ujar dia, akan menimbulkan stunting, berupa tingkat kecerdasan yang rendah. Hal ini akan berdampak pada bangsa yang tidak dapat berkompetisi dengan masyarakat global. “Kita harus menyiapkan generasi yang sangat mumpuni untuk bisa bersaing di tingkat global,” jelasnya.

Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN, Satriyo Krido Wahono mengemukakan, bahwa Kelompok risetnya, menangani cara mengolah dan memanfaatkan hasil-hasil yang ada di hulu, seperti pertanian, produk-prduk yang berbasis kelautan, ataupun, perikanan.

"Pada 2022-2024, kami memiliki target kegiatan strategis, yaitu, pertama, revitalisasi ketahanan pangan untuk mengatasi stunting, seperti fortifikasi dan biofortifikasi bahan pangan. Eksplorasi bahan lokal yang mengandung Fe, Zn, Ca, dan protein. Diversifikasi produk makanan, dan minuman berbasis bahan lokal," paparnya.

Kedua, pengemasan makanan olahan, yaitu pengemasan steril komersial, pengawetan dengan teknologi baru (iradiasi, plasma, fermentasi, dll). Kemasan edible. Ketiga, penelitian halal, dengan mendeteksi hal cepat, dan mudah. Substitusi produk untuk kepastian halal, dan eksplorasi sumber daya laut untuk pangan.

Dia menjelaskan, potensi produk pangan nusantara, memiliki keanekaragaman hayati. Setiap daerah mempunyai potensi produknya masing-masing, misalnya sagu, talas, kentang, pisang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan ikan.

"Kalau kita berbicara terkait pangan, tentunya kita berbicara masalah produksi, yang meliputi input, penanganan awal, penyimpanan sementara, prosesing, retail yang harus dikemas, dan harus awet baru kemudian dikonsumsi. Cara meningkatkan nilai tambah produk pangan, maka produk-produk tersebut harus memiliki added value yang terus meningkat, dengan semakin banyaknya teknologi yang digunakan," tutupnya. (PPID-BRIDA)